Perubahan Sosial
Setiap masyarakat akan mengalami perubahan dan dinamika sosial budaya, baik di desa maupun di kota. Perubahan dan dinamika itu merupakan jawaban dari adanya interaksi antar insan dan antar kelompok yang menimbulkan perubahan dan dinamika sosial. Ini berarti perubahan sosial tidak bisa dielakkan. Apalagi di zaman yang terbuka ini, kemajuan teknologi yang amat pesat telah membawa aneka macam macam pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar. Semua efek itu begitu praktis muncul di tengah-tengah kehidupan seseorang. Lambat laun tanpa disadari orang telah mengadopsi skor-skor gres tersebut. Perubahan dan dinamika yang terjadi di masyarakat bisa berupa perubahan skor-skor sosial, norma-norma yang berlaku di masyarakat, pola-pola sikap individu dan organisasi, susunan forum kemasyarakatan, lapisan-lapisan ataupun kelas-kelas dalam masyarakat, kekuasaan, wewenang, interaksi sosial, dan masih banyak lagi.
Dengan kata lain, perubahan sosial bisa mencakup perubahan organisasi sosial, status, lembaga, dan struktur sosial masyarakat. William F. Ogburn mengemukakan ruang lingkup perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan, baik material maupun yang immaterial. Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Mac Iver mengartikan bahwa perubahan sosial sebagai perubahan dalam korelasi sosial (social relationship) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) korelasi sosial.
Adapun GilIin & Gillin mengartikan perubahan sosial ialah suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima, baik lantaran perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi maupun lantaran adanya difusi ataupun penemuan-penemuan gres dalam masyarakat
Dari aneka macam definisi tersebut, disimpulkan bahwa perubahan sosial ialah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya skor-skor, sikap, dan contoh sikap di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan-perubahan dan dinamika sosial tidak selalu berarti kemajuan, tetapi sanggup pula berarti kehengkangan dalam bidang-bidang kehidupan tertentu. Meskipun demikian, perubahan sosial merupakan topik yang menarik. Alasannya, perubahan sosial menyangkut segala macam perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk skor, sikap, dan contoh sikap di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Teori-Teori Perubahan dan Dinamika Sosial
Adanya perubahan sosial merupakan suatu hal yang masuk akal dan akan terus berlangsung sepanjang insan saling diberinteraksi dan berpengenalan. Perubahan sosial terjadi lantaran adanya perubahan unsur-unsur dalam kehidupan masyarakat, baik yang bersifat materiil maupun immaterial, sebagai cara untuk menjaga keseimbangan masyarakat dan menyesuaikan dengan per kembangan zaman yang dinamis. Misalnya, unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan.
Para sosiolog beropini perihal perubahan sosial bahwa ada kondisi-kondisi sosial primer yang menimbulkan terjadinya perubahan sosial. Kondisi yang dimaksud, antara lain kondisi-kondisi ekonomis, teknologis, geografis, ataupun biologis. Kondisi ini menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan pada aspek kehidupan sosial lainnya. Beberapa teori yang menjelaskan sebab-sebab mengapa terjadi perubahan sosial antara lain sebagai diberikut.
a. Teori Evolusi (Evolutionary Theory)
Teori ini berpijak pada teori evolusi Darwin dan dipengaruhi oleh pemikiran Herbert Spencer. Tokoh yang kuat pada teori ini ialah Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Durkheim beropini bahwa perubahan lantaran evolusi mempengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang bekerjasama dengan kerja. Adapun Tonnies memandang bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai korelasi yang dekat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang mempunyai korelasi yang terspesialisasi dan impersonal.
Tonnies tidak yakin bahwa perubahan-perubahan tersebut selalu membawa kemajuan. Bahkan, ia melihat adanya fragmentasi sosial (perpecahan dalam masyarakat), individu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial sebagai jawaban eksklusif dari perubahan sosial budaya ke arah individualisasi dan pencarian kekuasaan. Gejala itu tampak terperinci pada masyarakat perkotaan.
Teori ini masih belum memuaskan banyak pihak lantaran tidak bisa menjelaskan jawabanan terhadap pertanyaan mengapa masyarakat berubah. Teori ini hanya menjelaskan bagaimana proses perubahan terjadi.
b. Teori Konflik (Conflict Theory)
Menurut teori ini, konflik berasal dari kontradiksi kelas antara kelompok tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan kuat dalam tiruana perubahan sosial. Ralf Dahrendorf beropini bahwa tiruana perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas di masyarakat. la yakin bahwa konflik dan kontradiksi selalu ada dalam setiap penggalan masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik yaitu konflik sosial dan perubahan sosial selalu menempel dalam struktur masyarakat.
c. Teori Fungsional (Functional Theory)
Teori fungsionalis berusaha melacak penyebab perubahan sosial hingga ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial yang tingkatnya moderat. Konsep kejutan budaya berdasarkan William Ogburn berusaha menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsionalis ini.
Menurutnya, meskipun unsur-unsur masyarakat saling bekerjasama satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur lainnya tidak secepat itu sehingga “tertinggal di belakang.” Ketertinggalan itu menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur yang berubah lambat. Kesenjangan ini akan menimbulkan adanya kejutan sosial dan budaya pada masyarakat.
Ogburn menyebutkan perubahan teknologi biasanya ludang kecepeh cepat daripada perubahan budaya nonmaterial menyerupai kepercayaan, norma, dan skor-skor yang mengatur masyarakat sehari-hari. Oleh lantaran itu, ia beropini bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola sikap yang gres meskipun terjadi konflik dengan skor-skor tradisional. Contohnya, Knorma dan sopan santun alat-alat kontrasepsi pertama kali diluncurkan untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam jadwal keluarga berencana (KB), banyak pihak menentang jadwal itu lantaran bertentangan dengan skor-skor agama serta norma yang berlaku di masyarakat pada waktu itu. Namun, lambat laun masyarakat mulai mendapatkan dan menerapkan kemunculan teknologi gres tersebut lantaran berguna untuk mencegah pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali.
d. Teori Siklus (Cyclical Theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang menarik dalam melihat perubahan sosial lantaran berasumsi bahwa perubahan sosial tidak sanggup dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun, bahkan orang-orang sangat menguasai sekalipun. Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikutinya. Kebangkitan dan kehengkangan suatu peradaban (budaya) tidak sanggup dielakkan, dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan.
Oswald Spengler mengemukakan teorinya bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan menyerupai pertumbuhan manusia, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua. la merasa bahwa masyarakat barat telah mencapai masa kejayaannya pada masa dewasa, yaitu selama zaman pencerahan (renaissance) kala ke-18. Sejak ketika itu, tidak terelakkan lagi peradaban barat mulai mengalami kehengkangan menuju ke masa tua. Tidak ada yang sanggup menghentikan proses ini, menyerupai yang terjadi pada peradaban Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi yang terus mengalami kehengkangan hingga kesannya runtuh.
Ralf Dahrendolf menyebutkan bahwa perubahan sosial tidak hanya tiba dari dalam, tetapi sanggup juga dari luar masyarakat. Perubahan dari dalam masyarakat tidak selalu disebabkan konflik sosial dan bahwa selain konflik kelas terdapat pula konflik sosial yang berbentuk lain.
Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Ada beberapa faktor yang menimbulkan perubahan sosial dalam dua golongan besar yaitu sebagai diberikut.
a. Faktor Internal
1) Bertambahnya atau Berkurangnya Penduduk
Pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat sanggup menimbulkan perubahan dalam struktur masyarakat menyerupai munculnya kelas sosial yang gres dan profesi yang baru.
2) Adanya Penemuan Baru
Pada setiap masyarakat selalu ada sejumlah individu yang sadar akan kekurangan kebudayaan masyarakatnya. Mereka terdorong untuk memperbaiki dan menyempurnakannya melalui inovasi baru.
3) Pertentangan (Konflik) Masyarakat
Pada masyarakat yang heterogen dan dinamis, pertentangan-pertentangan mungkin saja terjadi antara individu dan kelompok-kelompok tertentu.
4) Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi
Perubahan yang terjadi secara cepat dan fundamental yang dilakukan oleh individu atau kelompok akan kuat besar pada struktur masyarakat.
5) Ideologi
Ideologi bisa diartikan sebagai seperangkat kepercayaan, skor, dan norma yang saling bekerjasama yang sanggup mengarahkan pada tujuan tertentu.
b. Faktor Eksternal
1) Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia
Penyebab perubahan yang bersumber dari lingkungan alam fisik adakala disebabkan oleh masyarakat itu sendiri. Misalnya,terjadinya bala alam, menyerupai banjir, longsor, atau gempa bumi.
2) Peperangan
Peperangan antara satu negara dan negara lain bisa menimbulkan terjadinya perubahan-perubahan, baik pada forum kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya.
3) Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Di zaman yang semakin terbuka, tidak ada negara atau masyarakat yang menutup dirinya dari interaksi dengan bangsa atau masyarakat lain. Interaksi yang dilakukan antara dua masyarakat atau bangsa mempunyai kecenderungan untuk mengakibatkan efek timbal balik.
Advertisement