I. Teori Dalam Sejarah
Ilmu sejarah mengusut arti, tujuan sejarah, gerak sejarah, isi, bentuk, arti, tafsiran sejarah, dsb. Masalah tersebut sanggup dikatakan sejarah serba teori, lantaran ilmu sejarah mengusut perihal dasar-dasar pengertian sejarah. Secara singkat sanggup dirumuskan bahwa sejarah serba teori mencakup bidang-bidang teori seperti:
a. teori perihal sumber-sumber sejarah
b. teori perihal cara penelitian sejarah
c. teori perihal rekonstruksi fakta-fakta
d. teori perihal cara dan penafsiran rekonstruksi fakta
e. teori perihal penyusunan pengertian
f. teori perihal metode-metode ilmiah yang dipakai dalam ilmu sejarah, misalnya: penelitian, ilmu sejarah murni, penyusunan pengertian, dsb.
g. pemikiran perihal sejarah serba obyek; arti, gerak, tujuan dan arti sejarah
h. penempatan insan dalam sejarah dan penentuan sejarah sebagai sifat azasi
manusia
i. teori perihal penulisan sejarah atau sejarah serba subyek
j. teori perihal sejarah penulisan sejarah (perkembangan historiografi)
k. teori perihal kualifikasi sejarah sebagai ilmu, sebagai falsafah atau perkembangan ilmu sejarah/falsafah sejarah
Pemecahan problem tersebut memang penting untuk seorang sejarawan. Bagi kita yang penting yakni problem tempat insan dalam sejarah, yaitu perihal kebebasan insan atau peranan insan dalam sejarah. Dapatkah insan memilih perjalanan sejarah?, atau insan itu mirip wayang yang hanya digerakkan saja oleh sejarah. Masalah lain yang erat huungannya dengan problem ini ialah perihal peranan tokoh-tokoh besar, mirip Iskandar Zulkarnain, Socrates, Julius Caesar, Gajah Mada, Lao Tse, Napoleon Bonaparte, Lenin, Mahatma Gandhi, Frnaklin Delano Roosevelt, dsb.
Masalah yang berkaitan dengan filsafat sejarah tersebut tidak sanggup dipecahkan secara absolut, artinya tidak didiberi satu jawabanan yang sanggup diterima dan sanggup memuaskan tiruana orang. Jawabannya bersifat relatif atau tidak absolut, di satu sisi benar, di sisi lain mungkin salah. Untuk megampangkan pemecahan problem tersebut, ditegaskan sebagai diberikut:
1. siapakah yang memilih gerak sejarah?
2. bagaimanakah sifat gerak sejarah itu?
3. apakah peranan insan dalam sejarah atau apakah arti sejarah bagi manusia?
Apabila problem tersebut tidak sanggup dipecahkan secara memuaskan, setidak-tidaknya akan terdapat suatu rangkuman perihal arti sejarah. Menganalisis sejarah (kejadian sejarah) berarti mencari hakekat dari kejadian-kejadian tersebut. Hasil analisis tersebut yakni penyusunan atau penceritaan kembali suatu kisah sejarah . Dalam analisis tersebut terdapat juga adanya gerak sejarah, aturan sejarah mirip halnya menganalisis suatu benda dalam ilmu pengetahuan alam. Analisis sejarah yang obyektif bila analisis itu didasarkan pada sumber-sumber yang ditemukan, peranan pikiran insan yang menganalisis (subyek) hanya terbatas kepada kemampuan mencari adanya saling relasi antara kisah yang terdapat pada sumber-sumber sejara tersebut (Sutrasno, 1975: 54)
II. Siapakah Yang memilih Gerak Sejarah
Cerita sejarah melukiskan segala sesuatu dengan lugas, yaitu tidak menyebut sebab-sebab yang pasti, hanya rangkaian insiden yang saling bekerjasama dengan mengatakan keterkaitannya, mirip pola diberikut ini:
Nio Joe Lan, 1952: 155-160 dalam bukunya Tiongkok Sepandjang Abad menyatakan suku bangsa Tartar Manchu telah menaklukkan Tiongkok dengan cara sangat simpel dan mengagumkan, tetapi ini tak merupakan suatu kemalangan besar, mirip halnya kalau dilihat sepintas kemudian saja. Lima puluh tahun sebelum waktu itu, suku bangsa Manchu yakni segerombolan yang kecil dan tak penting, dan membisu di sebuah lembah rindang di Manchuria. Ayah dan nenek pria salah seorang pemimpinnya telah dibunuh secara khianat oleh bangsa Tionghoa, maka bersumpahlah pemimpin tiu untuk membalas dendam dan ia menepati sumpahnya.
Seperti telah diketahui bangsa Manchu sanggup menguasai Tiongkok selama 248 tahun (1644-1912), yang perlu dipermasalahkan di sini adalah:
1. apakah sebabnya bangsa Manchu menguasai Tiongkok?
2. apa lantaran mereka mempunyai kebudayaan Tionghoa sebelum menyerbu ke Tiongkok?
3. mengapa mereka tetap berbangsa Manchu meskipun kebudayaannya Tionghoa?
4. mengapa mereka tidak tetap berdiam di lembah yang rindang itu?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sukar untuk dijawaban dengan tepat, akan tetapi sanggup dicari sebab-sebab yang sesuai, sebab-akibat sanggup diterangkan, tetapi sanggup pula dipersoalkan:
1. mengapa bangsa Manchulah yang menguasai Tiongkok, mengapa bukan bangsa-bangsa nomaden lain di sebelah utara Tiongkok?
2. siapakah yang menggerakkan bangsa Manchu ke Tiongkok?
3. siapakah yang menggerakkan hati orang Tionghoa untuk memanggil bangsa Manchu?
Masalah di atas sanggup dirangkum menjadi satu masalah, yaitu gerak sejarah mirip dilaksanakan bangsa Manchu dan Tiongkok disebabkan oleh siapakah? Manusia sendiri ataukah kekuatan-kekuatan di luar manusia? Apakah pemimpin-pemimpin manchu bermusyawarah untuk mempunyai kebudayaan Tionghoa dengan maksud tertentu? Apakah pemimpin-pemimpin Tiongkok sudah lingkaran tekadnya untuk memasukkan Manchu ke negerinya setelah memperhitungkan segala sesuatu? Ataukah segala sesuatu itu berlangsung dengan serba kebetulan saja? Mungkinkah bahwa memang itulah nasib bangsa-bangsa? Dewa-dewakah yang merencanakan? Tuhankah yang mengatur segala-galanya?
Menurut Sanusi Pane (1955: 7) sejarah ialah perwujudan kehendak Tuhan bagi insan dalam dunia. Mempelajari sejarah berarti berdaya upaya dengan semangat terbatas mengetahui kehendak Tuhan itu, upaya merasa, dengan terbatas, kehidupan mutlak, supaya sanggup dengan terbatas, hidup dan bekerja sebagai hamba Tuhan yang ludang keringh insyaf. Pendapat Sanusi Pane didasarkan atas kepercayaan terhadap Tuhan. Mempelajari sejarah yakni berusaha mengetahui kehendak Tuhan.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Tan Malaka (1944: 5) bahwa setelah ilmu dan penelitian menjadi sempurna, setelah insan mulai meninggalkan kepercayaan agama, setelah insan mencaji cerdas dan sanggup memikirkan pergaulan hidup, kontradiksi kelas dijadikan sebagai pengetahuan yang nyata. Dalam usaha untuk keadilan dan politik, insan tidak membutuhkan atau mencari-cari Tuhan lagi, atau ayat-ayat kitab agama, tetapi pribadi menuju lantaran yang kasatmata yang merusakkan dan memperbaiki penghidupannya.
Menurut Tan Malaka, gerak sejarah berawal kepada lantaran kasatmata yang merusakkan dan memperbaiki penghidupannya, yaitu ekonomi atau kekuatan-kekuatan produksi. Dua pendapat di atas mengatakan bahwa problem gerak sejarah tidak sanggup dijawaban dengan satu jawabanan saja, tetapi sanggup ludang keringh dari satu jawabanan .Untuk ludang keringh jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
III. Pengertian-pengertian Dasar Gerak Sejarah
Untuk megampangkan problem gerak sejarah, problem tersebut harus dipandang khusus mengenai manusia. Bagaimanakah insan memandang dirinya sendiri? Sejarah yakni sejarah manusia, tugas sejarah hanya insan saja, penulis sejarah insan juga, peminat sejarah juga manusia, maka manusialah yang harus dipandang sebagai inti permasalah tersebut. Oleh kerena itu, dapatlah dimengerti bahwa munculnya problem itu dipandang sebagai akhir pendapat insan perihal dirinya, yaitu:
a. insan bebas memilih nasibnya sendiri, dengan istilah internasional otonom
b. insan tidak bebas memilih nasibnya, nasib insan ditentukan kekuatan di luar kekuatan dirinya, insan disebut heteronom.
Faham bahwa insan itu otonom dalam istilah filsafat disebut indeterminism dan faham heteronom disebut determinism. Pada umumnya insan ludang keringh condong mendapatkan kekuatan di luar pribadinya daripadaa ia percaya bahwa segala sesuatu ditentukan oleh dirinya sendiri. Masalahnya berkisar pada pertanyaan, siapakah yang memilih nasibnya? Penentu nasib insan adalah:
a. alam sekitar beserta isinya
b. kekuatan x (tidak dikenal)
c. Tuhan
A. Gerak Sejarah Menurut Hukum Fatum
Alam fikiran Yunani menjadi dasar alam fikiran Barat. Salah satu sendi penting yakni pendapat perihal insan dan alam. Pada dasarnya alam raya sama dengan alam kecil, yaitu manusia, macro cosmos sama dengaan micro cosmos. Cosmos mengatakan bahwa alam itu teratur dan di alam itu aturan alam berkuasa. Cosmos bukan chaos atau kekacauan! Hukum apakah yang berlaku dalam macro dan micro cosmos? Alam raya dan alam insan dikuasai oleh nasib (qadar), yaitu suatu kekuatan mistik yang menguasai macro cosmos dan micro cosmos. Perjalanan alam semesta ditentukan oleh nasib; perjalanan matahari, bulan, bintang, manusia,dsb tidak sanggup menyimpang dari jalan yang sudah ditentukan oleh nasib. Hukum alam yang menjadi dasar segala aturan cosmos ialah aturan lingkaran atau aturan siklus. Setiap kejadian, setiap insiden akan terjadi lagi, terulang lagi.
Arti aturan siklus iaalah, bahwa setiap insiden atau insiden tertentu akan terulang (sikuls A, B dan C). Seperti matahari tiap pagi terbit, demikian pula setiap insiden akan terulang kembali. Oleh lantaran itu terdapat bukti bahwa di dunia tidak terdapat sesuatu (peristiwa) yang baru, segala sesuatu berulang berdasarkan aturan siklus.
Hukum siklus di Indonesia disebut Cakra Manggilingan, yaitu cakram berputar. Arti Cakra manggilingan ialah bahwa insan tidak sanggup melepaskan diri dari cakram itu, bahwa segala kejadian/peristiwa berlangsung dengan niscaya (Sutrasno,60-61). Cakram yakni lambang nasib (qadar) yang berputarterus serba awetntanpa henti putusnya. Manusia terikat dengan cakram itu, hidup bergerak naik turun seirama dengan gerak irama cakram di jagat raya, sesuai dengan gerak cakram jagat kecil. Nasib (qadar) yakni kekuatan tunggal yang memilih gerak sejarah, insan hanya menjalani dan menjalankan qadarnya.
Zaman lampau telah terjadi berdasarkan kodrat alam, terealisasi berdasarkan qadar. Zaman yang akan tiba akan terjadi mirip telah dikodratkan insan tidak akan sanggup mengubah qadar itu. Qadar, nasib atau fatum bagi alam fikiran Yunani merupakan kekuatan tunggal. Oleh lantaran itu kejadian/peristiwa sejarah dari masa itu melukiskan kejadian/peristiwa yang tergantung pada qadar. Sifat kisah sejarah ialah realistis, berdasarkan kenyataan.
B. Faham Santo Agustinus
Faham fatum Yunani kemudian berubah menjadi dalam agama Kristen sebagai faham ketuhanan dengan sifat-sifat yang sama:
a. Kekuatan tunggal fatum menjadi Tuhan
b. serba keharusan, berdasarkan planning alam, berdasarkan ketentuan faham menjadi
kehendak Tuhan
c. Sejarah sebagai wujud qadar menjadi sejarah sebagai wujud kehendak Tuhan.
Kesimpulan dari penjelmaan aturan cakra manggilingan, ialah bahwa insan tidak bebas memilih nasibnya sendiri. Ia mendapatkan nasib dari Tuhan, apa yang diterima sebagai kehendak Tuhan. Tuhan sudah memilih perjalanan hidup yang sudah ditentukan Tuhan dan tidak sanggup ditawar-tawar lagi. Tuhan sudah memilih perjalanan hidup insan dan alam, insan tidak sanggup mengubah garis hidup yang sudah ditentukan. Bagi alam fikiran Yunani insan mendapatkan segala sesuatu dengan amor fati (gembira), bagi alam kodrat ilahi pemdiberian Tuhan diterima dengan fiat voluntas tua (kehendak Tuhan terlaksanalah).
Santo Agustinus menghimpun suatu teori sejarah berdasarkan fiat voluntas tua itu. Gerak sejarah dunia diibaratkan riwayat hidup manusia, babakan waktu disusun berdasarkan tingkatan-tingkatan hidup manusia:
No | Santo Agustinus | Artinya | Zaman |
1 | intifia | Bayi | Adam hingga Nuh |
2 | pueritia | Kanak-kanak | Sem, Jafet |
3 | adulescentia | Pemuda | Ibrahim hingga Daud |
4 | inventus | Kejantanan | Daud |
5 | gravitas | Dewasa, sampaumur bijaksana | Babilonia |
6 | kiamat | Tua | Pemilihan antara baik-jahat |
Tujuan gerak sejarah ialah terwujudnya Kehendak Tuhan, yaitu Civitas Dei atau Kerajaan Tuhan. Bila Civitas Dei itu akan menjadi wujud belum diketahui, yaitu sebelum dan setelah kiamat, tetapi nyatalah bahwa Tuhan akan mengadakan pemilihan, barang siapa taat dan mendapatkan kehendak Tuhan di terima di sorga, barang siapa menentang kehendak Tuhan akan menjadi penduduk neraka atau jahanam.
Masa sejarah yakni masa percobaan, masa ujian bagi manusia. Kehendak tuhan harus diterima dengan rela dan ikhlas, insan tidak sanggup melepaskan diri dari dari kodrat ilahi. Keharusan kodrat ilahi berdasarkan faham ini ditambah dengan bahaya di akhirat, masuk civitas diaboli (kerajaan iblis) atau neraka.
Zaman lampau sebagai perwujudan kehendak Tuhan yakni cermin atau hikmah untuk mengetahui kodrat ilahi. Zaman yang akan tiba yakni masa medan usaha untuk menerima tempat di Civitas Dei. Maka peri kehidupan insan ditujukan kepada Civitas Dei, kepada akhirat, kecemasan dan ketakutan mencakup seluruh alam fikiran itu. Apakah nasib yang akan diterima kelak? Fiat Voluntas tua, kehendak Tuhan terlaksanalah! Manusia mengalah kepada kehendak Tuhan, ia mendapatkan segala sesuatu, menyerahkan nasib kepada gereja.
Demikianlah pandangan sejarah Eropa di masa era pertengahan (midlle ages), insan hanya menanti-nantikan kedatangan Civitas Dei. Gerak sejarah bermata air kodrat ilahi dan bermuara pada Civitas Dei.
C. Pendapat Ibnu Kholdum Tentang Sejarah
Ibnu Kholdun (1332-1406) yakni seorang sarjana Arab yang ternama, ialah yang sanggup dipandang sebagai pakar sejarah yang paling pertama. Teorinya didasarkan pada kehendak Tuhan sebagai awal gerak sejarah mirip Santo Agustinus, akan tetapi Ibnu Kholdun tidak memusatkan perhatiannya kepada akhirat. Baginya sejarah yakni ilmu berdasarkan kenyataan, tujuan sejarah ialah biar insan sadar akan perubahan-perubahan masyarakat sebagai usaha penyempurnaan peri kehidupannya. Pendapat Ibnu Kholdun tertuang dalam bukunga An Arab Philosophy of history translated and arranged by Charles Issawi MA, halaman 26-30:
Sejarah ialah kisah masyarakat insan atau kisah kebudayaan dunia, yaitu kisah perubahan-perubahan yang terjadi lantaran kodrat masyarakat itu mirip masa kudang keringadaban, masa saling membantu terus ke masa persatuan golongan, kisah revolusi, pemberontakan yang timbul antara bangsa dengan bangsa dan kisah kerajaan-kerajaan dan negara-negara yang timbul lantaran revolusi dan pemberontakan itu, kisah aktivitas dan pekerjaan manusia, yaitu pekerjaan untuk mendapatkan nafkah, atau aktivitas dalam macam-macam ilmu dan usaha, dan umumnya kisah dari perubahan yang terjadi lantaran kodrat manusia. Keadaan dunia dan keadaan negara-negara dan adat lembaganya serta cara-cara penghidupannya (produksi) tidak tinggal tetap dan bersifat kekal (tak berubah) akan tetapi terus berubah sepanjang masa dan berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Demikian halnya manusia, waktu, kota-kota mengalami perubahan, maka iklim, masa, tempat dan negara juga akan mengalami perubahan itulah aturan yang telah ditentukan oleh Allah untuk para mukmin (R. Moh. Ali, 1963: 72).
Dengan tegas Ibnu Kholdun mengatakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat lantaran qadar Tuhan, yang terdapat dalam masyarakat yakni “naluri” untuk berubah. Justru perubahan-perubahan itu berupa revolusi, pemberontakan, pergantian lembaga, dsb, maka masyarakat dan negara akan mengalami kemajuan. Manusia dan tiruana lembaga-lembaga yang diciptakannya sanggup maju lantaran perubahan. Ibnu Kholdun dengan tegas menyatakan perubahan sebagai dasar kemajuan dan itulah yang kemudian disebut teori evolusi (teori kemajuan) yang dicetuskan oleh Charles Darwin.
Perbedaan antara teori Santo Agustinus dan Ibnu Kholdun tampak dari selesai tujuan terakhir. Agustinus mengakhiri sejarah dengan dwitunggal sorga-neraka, bagi Ibnu Kholdun sejarah menuju ke arah timbulnya beraneka warna masyarakat, negara dengan manusianya menuju ke arah kesempurnaan hidup. Teori Agustinus membuat insan menyerah, teori Ibnu Kholdun mendidik insan menjadi pejuang yang tak kenal hengkang. Puncak gerak sejarah ialah umat insan senang dengan beraneka ragam masyarakat, negara, kesatuan hidup lainnya yang sempurna.
D. Renaissance dan Akibatnya
Pada masa renaissance imbas gereja mulai berkurang. Perhatian insan berubah dari dunia-akhirat ke dunia-fana, kepercayaan pada diri pribadi sendiri bertambah dalam diri manusia. Sifat mengalah pada nasib berkurang dan harga diri memperkuat semangat otonom manusia. Semangat otonom itulah yang mendorong insan ke arah pengertian perihal kehendak Tuhan.
Kemajuan ilmu pengetahuan seirama dengan kemajuan filsafat dan teknik menimbulkan timbulnya alam fikiran gres di Eropa. Manusia lambat laun melepaskan diri ari agama serta berani menyebarkan semangat otonom. Sumber gerak sejarah tidak di cari di luar pribadinya, tetapi dicari dari dalam diri sendiri. Hubungan dengan cosmos diputus, ikatan dengan Tuhan ditiadakan, insan berdiri sendiri (otonom.
Gerak sejarah berawal pada kemajuan (evolusi), yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju. Manusia melenyapkan sorga-neraka sebagai tujuan, tujuan fatum yang serba tidak tentu didiberi batasan yang jelas. Gerak sejarah menuju ke arah kemajuan yang tidak ada batasnya. Evolusi tak terbatas yakni tujuan manusia. Abad ke-18 dan 19 merupakan masa revolusi jiwa yang luar biasa, yaitu suatu revolusi yang mematahkan kekuatan heteronomi. Hukum siklus yang mengekang daya pencipta lenyap kekuatannya. Lingkaran cakra manggilingan diterobos dan gerak sejarah tidak berputar-putar lagi, tetapi maju berdasarkan garis lurus yang tidak ada akhirnya.
Sejarah yakni medan usaha insan dan kisah sejarah yakni epos usaha ke arah kemajuan. Dengan ilmu pengetahuan, taknik, filsafat alam sekitarnya diselidiki dengan semangat evolusi. Mitos evolusi menjadi sumber dinamika yang dahsyat dan mengeluarkan insan dari alam rohaniah.
Evolusi berarti evolusi jasmaniah, evolusi kebendaan, evolusi duniawi, kefanaan, contohnya kemajuan teknik: kapal api, kereta api, pabirk, dsb. Gerak sejarah tidak menuju ke akhirat, tetapi ke arah kemajuan duniawi, maka dalam dunia yang seperti tidak memerlukan Tuhan lagi itu, timbullah faham-faham gres yang berpedoman pada evolusi tak terbatas, diantaranya faham historical materialism atau economic determinism.
Faham historical materialism membuktikan bahwa awal gerak sejarah ialah ekonomi, gerak sejarah ditentukan oleh cara-cara menghasilkan barang kebutuhan masyarakat (produksi). Cara produksi memilih perubahan dalam masyarakat, perubahan itu ditimbulkan oleh kontradiksi kelas. Gerak sejarah terealisasi dengan niscaya menuju ke arah masyarakat yang tidak mengenal pertetangan kelas. Tujuan sejarah ialah membuat kebahagiaan untuk setiap manusia, kelas insan istimewa akan lenyap pada ketika amsayarat tanpa kelas sanggup diwujudkan.
Manusia intinya tidak bebas, tidak otonom dalam arti luas. Semua perubahan terjadi tanpa persetujuan manusia, insan hanya sanggup mempercepat jalan gerak sejarah dan tidak sanggup mengubah atau menahan gerak sejarah. Kebebasan insan sangat terbatas oleh keharusan ekonomi. Gerak sejarah tidak memerlukan Tuhan, tidak memerlukan fatum, tidak memerlukan insan biar sanggup terlaksana. Sejarah berlangsung dengan sendirinya, yaitu lantaran kontradiksi kelas. Gerak sejarah bersifat mekanis, mirip jam tangan yang setelah diputar berjalan dengan sendirinya, insan menjadi alat dari dinamika ekonomi.
Demikianlah secara singkat faham historical materialism (Croce, 2008: 6-13) yang dicetuskan oleh Karl Marx (1818-1883) dan Frederick Engels (1820-1895). Jelaslah bahwa otonomi yang dibanggakan insan era 19 sesungguhnya hanya pembebasan dari Tuhan dan penambatan dari aturan ekonomi. Dunia yang tersedia ini tidak untuk difikirkan, tetapi harus diubah berdasarkan kehendak insan berdasarkan aturan alam. Sejarah menjadi usaha insan untuk membuat dunia gres guna kebahagian manusia. Pada era ke-20 historical materialism diperjuangkan oleh Partai Komunis.
E. Tafsiran Sejarah Menurut Oswald Spengler (1880-1936)
Karya Oswald Spengler yang kuat yakni Der Untergang des Abendlandes (Decline of the West) atau Keruntuhan Dunia Barat/Eropa. Spengler meramalkan keruntuhan Eropa. Ramalan itu didasarkan atas keyakinan bahwa gerak sejarah ditentukan oleh aturan alam. Dalil Spengler ialah bahwa kehidupan sebuah kebudayaan dalam segalanya sama dengan kehidupan tumbuhan, hewan dan makhluk hidup, insan dan alam semesta. Persamaan itu berdasarkan kehidupan yang dikuasai oleh aturan siklus sebagai wujud dari fatum. Hukum itu tampak pada siklus:
No | Alam | Manusia | Tumbuhan | Hari | Kebudayaan |
1 | Musim semi | Masa pemuda | Masa pertumbuhan | Pagi | Pertumbuhan |
2 | Musim gerah | Masa dewasa | Masa berkembang | Siang | Perkambangam |
3 | Musim rontok | Masa puncak | Masa berbuah | Sore | Kejayaan |
4 | Musim dingin | Masa tua | Masa rontok | Malam | Keruntuhan |
Tiap-tiap masa niscaya tiba berdasarkan waktunya, itulah keharusn alam yang mesti terjadi. Seperti halnya historical materialism, paham Spengler perihal kebudayaan niscaya runtuh apabila sudah melewati puncak kebesarannya. Oleh lantaran itu keruntuhan suatu kebudayaan sanggup diramalkan terludang keringh lampau berdasarkan perhitungan. Suatu kebudayaan mendekati keruntuhan apabila kultur sudah menjadi Civilization (kebudayaan yang sudah tidak sanggup tumbuh lagi). Apabila kultur sudah kehilangan jiwanya, maka daya cipta dan gerak sejarah akan membeku.
Gerak sejarah tidak bertujuan sesuatu kecuali melahirkan, membesarkan, mengembangkan, meruntuhkan kebudayaan. Spengler menyelidikinkebudayaan Barat dan setelah membandingkan kebudayaan Barat dengan sejarah kebudayaan-kebudayaan yang sudah tenggelam, ia berkesimpilan:
a. kebudayaan Barat hingga pada masa bau tanah (musim dingin), yaitu civilization
b. setelah civilization itu kebudayaan Barat niscaya akan runtuh
c. insan Barat harus dengan bersikap berani menghadapi keruntuhan itu
Mempelajari sejarah tujuannya ialah untuk mengetahui suatu kebudayaan didiagnose mirip seorang dokter memilih penyakit si penderita. Nasib kebudayaan sanggup diramalkan, sehingga untuk seterusnya kebudayaan itu sanggup memilih perilaku hidupnya.
F. Tafsiran Arnold J. Toynbee
Arnold J. Toynbee mengarang buku A Study of History tahun 1933. Teori Toynbee didasarkan atas penelitian terhadap 21 kebudayaan yang tepat dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. 21 kebudayaan yang sempurna, antara lain: Yunani, Romawi, Maya, Hindu, Barat/Eropa, dsb, yang kurang sempurna, antara lain: Eskimo, Sparta, Polinesia, Turki. Kesimpulan Toynbee ialah bahwa gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-keudayaan dengan pasti. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee ialah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah berjalan berdasarkan tingkatan-tingkatan mirip diberikut (http://nobsnews.blogspot.com/1993 /10/introduction.htm):
a. genesis of civilizations, yaitu lahirnya kebudayaan
b. growth of civilizations, yaitu perkembangan kebudayaan
c. decline of civilizations, yaitu keruntuhan kebudayaan:
1. breakdown of civilizations, yaitu kemerosotan kebudayaan
2. disintegration civilization, yaitu kehancuran kebudayaan
3. dissolution of civilization, yaitu hilang dan lenyapnya kebudayaan
Suatu kebudayaan terjadi, lantaran challenge and response atau tantangan dan jawabanan antara insan dengan alam sekitarnya). Dalam alam yang baik insan berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan mirip di Eropa, India, Tiongkok. Di tempat yang terlalu hirau taacuh seperti insan membeku (Eskimo), di tempat yang terlalu gerah tidak sanggup timbul juga suatu kebudayaan (Sahara, Kalahari, Gobi), maka apabila tantangan alam itu baik timbullah suatu kebudayaan.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan. Jumlah kecil itu membuat kebudayaan dan jumlah yang banyak (mayoritas) memalsukan keudayaan tersebut. Tanpa minoritas yang kuat dan sanggup mencipta, suatu kebudayaan tidak sanggup berkembang. Apabila minoritas lemah dan kehilangan daya mencipta, maka tantangan dari alam tidak sanggup dijawaban lagi. Minoritas menyerah, hengkang, maka pertumbuhan kebudayaan tidak ada lagi. Apabila kebudayaan sudah memuncak, maka keruntuhan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam 3 masa, yaitu:
a. kemerosotan kebudayaan, terjadi lantaran minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaannya, maka lebih banyak didominasi tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan lebih banyak didominasi pecah dan tentu tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
b. kehancuran kebudayaan mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, maka seperti daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atau kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati dan mejadi fosil.
c. lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila badan kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.
Untuk mwnhindarkan keruntuhan suatu kebudayaan yang mungkina dilakukan yakni mengganti norma-norma kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan. Dengan pergantian itu, maka tujuan gerak sejarah ialah kehidupan ketuhanan atau kerajaan Allah berdasarkan paham Protestan. Dengan demikian garis besar teori Toynbee mirip dengan Santo Agustinus, yaitu selesai gerak sejarah yakni Civitas Dei atau Kerajaan Tuhan.
G. Teori Pitirim Sorokin
Pitirim Sorokin yakni ilmuwan Rusia yang mengungsi ke Amerika Serikat semenjak Revolusi Komunis 1917. Ia yakni seorang Sosiolog, karangannya yang dikenal adalah: Social Cultural and Dynamics (1941), The Crisis of Our Age (1941), dan Society, Culture and Personality (1947). Sorokin mengemukakan teori yang berlainan, ia mendapatkan teori siklus mirip aturan fatum ala Spengler, dan menolak teori Karl Marx. Sorokin juga menolak teori Agustinus dan Toynbee yang menuju ke arah Kerajaan Tuhan.
Ia meskor gerak sejarah dengan gaya, irama dan corak ragam yang kaya raya dipergampang, dipersingkat dan disederhanakan sehingga menjadi teori siklus. Sorokin menyatakan bahwa gerak sejarah mengatakan fluctuation of age to age, yaitu naik turun, pasang surut, timbul tenggelam. Ia menyatakan adanya cultural universal dan di dalam alam kebudayaan itu terdapat masyarakat dan pedoman kebudayaan. Di alam yang luas ini terdapat 3 tipe yang tertentu, yaitu:
a. ideational, yaitu kerohanian, ketuhanan, keagamaan, kepercayaan
b. sensate, yaitu serba jasmaniah, mengenai keduniawian, berpusat pada panca indera
c. perpaduan antara ideational-sensate, yaitu idealistic, yaitu suatu kompromis.
Tiga jenis kebudayaan yakni suatu cara untuk menghargai atau memilih skor suatu kebudayaan. Menurut Sorokin tidak terdapat hari selesai mirip pendapat Agustinus, tidak ada pula kehancuran mirip pendapat Spengler. Ia hanya melukiskan perubahan-perubahan dalam badan kebudayaan yang memilih sifatnya untuk sementara waktu.
Apabila sifat ideational dipandang ludang keringh tinggi dari sensate dan sifat idealistic ditempatkan diantaranya, maka terdapat citra naik-turun, timbul-tenggelam dan pasang-suruta dalam gerak sejarah tidak mengatakan irama dan gaya yang tetap dan tertentu. Sorokin dalam menafsirkan gerak sejarah tidak mencari awal gerak sejarah atau muara gerak sejarah, ia hanya melukiskan prosesnya atau jalannya gerak sejarah.
IV. Sifat Gerak Sejarah
Dari teori-teori yang memdiberikan arah dan tujuan gerak sejarah sanggup disimpulkan sebagai diberikut:
a. Tanpa arah tujuan, mirip terdapat dalam alam fikiran Yunani berdasarkan aturan fatum, teori ini kemudian diperluas dan diperdalam oleh Oswald Spengler. Gerak sejarah berputar-putar, berputar-putar dan tidak terdapat sesuatu yang baru. Setiap kejadian, peristiwa, fakta niscaya akan terjadi lagi mirip yang sudah-sudah.
b. Pelaksanaan kehendak Tuhan, gerak sejarah ditentukan oleh kehendak Tuhan dan menuju ke arah kesempurnaan insan menuju kehendak Tuhan. Manusia hanya mendapatkan ketentuan itu dan tidak sanggup mengubah nasibnya. Akhir gerak sejarah yakni Kerajaan Tuhan (Civitas Dei) bagi yang sanggup diterima Tuhan dan kerajaan setan (Civitas Diaboli) bagi yang ditolak oleh Tuhan.
c. Ada juga yang beropini bahwa ikhtiar, usaha dan usaha insan sanggup menghasilkan perubahan nasib yang sudah ditentukan Tuhan, maka gerak sejarah merupakan perimbangan antara kehendak Tuhan dengan usaha manusia. Aliran ini merupakan perpaduan otonomi dan heteronomi.
d. Evolusi dengan kemajuan yang tidak terbatas, gerak sejarah membawa insan setingkat demi setingkat terus ke arah kemajuan. Dengan senang hati insan melakukan gerak sejarah dengan penuh berharap akan mengalami kemajuan yang tidak terhingga. Alam semesta harus dan sanggup dikuasai oleh manusia. Semakin meningkat, semakin luas dan dalam pengetahuan insan dan makin berkuasalah ia.Aliran inilah yang sangat kuat terhadap gerak sejarah di dunia Barat, sehingga bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika menglami kemajuan yang pesat.
e. Disamping faham evolusi terdapat pula faham historical materialism yang memilih masyarakat tanpa kelas yakni tujuan sejarah. Masyarakat tak berkelas itu yakni tujuan gerak sejarah setelah melalui masa kapitalis.
f. Reaksi terhadap faham evolusi menghasilkan beberapa pedoman baru, yaitu:
1) pedoman menuju ketuhanan mirip faham Toynbee, bahwa gerak sejarah itu akan hingga pada masa senang apabila insan mendapatkan Tuhan serta kehendak Tuhan sebagai dasar perjuangannya.
2) pedoman irama gerak sejarah berdasarkan Sorokin yang menyatakan bahwa gerak sejarah tidak bertujuan apa-apa dan bahwa gerak itu hanya mengatakan datang-lenyapnya atau berganti-gantinya corak; ideational, sensate dan idealistic
3) pedoman kemanusiaan, yaitu suatu pedoman yang sangat luas dan berpusatkan pendapat mutlak bahwa manusialah yang terpenting di dunia ini. Gerak sejarah yakni usaha insan untuk mencapai kemajuan yang setinggi mungkin.
Dari uraian di atas sanggup disimpulkan secara ringkas bahwa:
a. dasar mutlak gerak sejarah yakni manusia
b. isi gerak sejarah yakni pengalaman kehidupan manusia
c. tujuannya ialah insan tepat dalam arti yang luas, yaitu tepat sebagai insan fatum, sebagai insan bertuhan, insan hitorical materialism dan insan amr.
d. pokok dasar gerak sejarah yakni problem kemanusiaan, apakah insan itu, apakah tujuannya, dimanakah letak batas-batas kemungkinannya?
Demikianlah sifat gerak sejarah sebagai daya pelopor manusianuntuk membuat dunia gres yang bersifat positif dan optimistis. Manusia bisa dan sanggup mengubah dunia serta memilih nasibnya sendiri.
V. Tugas Manusia Dalam Sejarah atau Manusia dan Sejarah
Manusia tidak sanggup dilepaskan dari sejarah. Manusia tanpa sejarah yakni khayal. Manusia dan sejarah yakni dwitunggal, insan yakni subyek dan obyek sejarah. Sejarah yakni pengalaman insan dan ingatan perihal pengalaman-pengalaman yang diceritakan. Peran insan dalam sejarah ialah membuat sejarah, lantaran ia yang membuat pengalaman menjadi sejarah. Ia yakni penutur sejarah, yang membuat kisah sejarah.
Sejarah memang luas artinya, yaitu pengalaman insan yang dihimpun semenjak zaman purbakala. Manusia tidak sanggup dilepaskan dari sejarah dan melepaskan diri dari sejarah. Manusia dibuat oleh sejarah dan insan membentuk sejarah. Manusia yakni ciptaan sejarah dan ia mempunyai batas kemungkinan untuk membuat sejarah baru.
VI Penutup
Uraian perihal kisah sejarah pada umumnya hanya memdiberikan sekedar penjelasan. Penjelasan itu hanya sekadar memdiberikan pengertian perihal sejarah biar sanggup dimengerti bahwa sejarah itu suatu ilmu yang mulia. Masalah insan yakni problem sejarah. Setelah mempunyai sekadar pengetahuan perihal ilmu sejarah, maka kesadaran insan perihal sejarah sanggup diperjuangkan untuk membangkitkan semangat juang bagi kepentingan bangs dan negara.
Daftar Pustaka
Ali, R. Moh. 1963. Pengantar Ilmu Sedjarah Indonesia. Bhratara. Jakarta
Croce, Benedetto. 1914, Historical Materialism translated by CM Meredith dalam
http://etext.lib.virginia.edu/modeng/modengC.browse.html copyright 2001, by the Rector and Visitors of the University of Virginia, diakses tanggal 18 Nopember 2008
Malaka, Tan: 1944. Madilog. http://www.tanmalaka.estranky.cz/clanky/karya-karya-tan-malaka/gerpolek-_sambungan_ Disakses tanggal: 18 Nopember 2008
Nio Joe Lan. 1952. Tiongkok Sepandjang Abad. Balai Pustaka. Jakarta
Sutrasno. 1975. Sejarah dan Ilmu Pengetahuan. Pradnya Paramita. Jakarta
Toynbee, Arnold Joseph. 1933. A Study of History. http://nobsnews.blogspot.com/1993 /10/introduction.htm diakses tanggal 17 Nopember 2008
Advertisement